Pages

Kamis, 08 Maret 2012

Make A Match

MODEL PEMBELAJARN MAKE A MATCH

A.    PENGERTIAN
Model pembelajaran make a match  ini merupakan model yang dikembangkan oleh Lorna Curran, 1994. Sebagaimana model yang lain, model ini merupakan model pembelajaran berkelompok (Learning Community). Model ini dapat membangkitkan semangat siswa dengan mengikutsertakan peserta didik untuk aktif dalam proses pembelajaran.
Pembagian kelompok dalam Make A Match ada dua kelompok yaitu kelompok pemegang masalah dan kelompok pemegang jawaban. Make And Match dapat dilakukan untuk semua mata pelajaran dan pada semua tingkat pendidikan mulai dari SD sampai SMA.
Persiapan awal yang harus dilakukan dalam model pembelajaran ini guru harus memberitahukan apa saja yang harus dipelajari pada pertemuan selanjutnya. Dengan demikian siswa mempunyai modal awal dalam pembelajaran. Dengan modal awal materi pelajaran maka proses diskusi dalam pembelajaran Make A Match dapat berlangsung dengan baik.
B.    TAHAPAN
Penerapan metode ini dimulai dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.
Secara rinci langkah dalam pembelajaran Make A Match adalah sebagai berikut.
1.    Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban. Kartu-kartu ini harus dirancang sedemikian rupa sehingga kartu menarik perhatian siswa. Kita dapat menggunakan gambar kartun, atau gambar dari majalah, internet atau sumber lain untuk sebagai materi. Guru dapat juga menyiapan tulisan-tulisan dalam kartu yang dirancang sedemikian rupa sehingga mudah untuk dipahami dan dimengerti oleh siswa. Tentukan bahasa yang digunakan harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan. Secara standar gunakan bahasa Indonesia yang baik yang benar. Jika materi ada kaitannya dengan gambar, bagan, skema, dibuat sedemikian rupa jelas. Materi dapat juga dibuat dalam bentuk pertanyaan atau soal, yang berkaitan dengan tuntutan SK atau KD yang telah ditentukan. Soal disusun sedemikian rupa secara berjenjang dari C1 sampai dengan C6 atau dari P1 s/d P4.
2.    Setiap peserta didik mendapat satu kartu. Sebelum kartu dibagikan kita harus mengelompok siswa dalam dua kelompok yaitu yang memegang kartu permasalahan atau materi dan memegang kartu jawaban. Setiap kelompok ini dikelompokan lagi menjadi sesuai dengan kemampuan dan tingkat kesulitan masalah yang dihadapi. Siswa yang berkemampuan tinggi akan dibagian kartu dengan tingkatan kognitif yang lebih tinggi, demikian juga sebaliknya. Pembagian kartu harus dibuat secara acak tetapi teratur sesuai dengan tingkatan masing-masing.
3.    Tiap peserta didik memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang. Pada saat kartu dibagikan, beri mereka waktu antara 10 menit sampai dengan 15 menit untuk memikiran permasalahan dan jawaban masing-masing dari kartu yang mereka pegang. Mereka dapat mendiskusikannya dengan anggota kelompok sesama pemegang kartu, mencarinya di buku, internet, peta, globe, kamus , catatan atau sumber belajar lain yang digunakan pada saat itu. Berikan kesempatan agar semua dapat memikirkan soal dan jawaban pada setiap permasalahan yang ada.
4.    Setiap peserta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban) Setelah persoalan dipecahkan, peserta didikan saling mencari pasangan. Agar tidak terjadi kekacauan dapat dicari secara bergiliran dengan memberikan kesempatan satu persatu kepada siswa untuk membacakan soal atau permasalahan atau materi, setelah itu dapat mencari pasangan masing-masing. Waktu pencarian diberikan waktu misalkan ada 10 persoalan maka point diberikan 10 s/d 1. Siswa yang menemukan pasangan pada 1 menit pertama diberi skor 10, pada 2 menit pertama di beri skor 9, pada 3 menit pertama diberikan skor 8 dan seterusnya. Sampai dengan 10 menit terakhir. Atau dapat juga setiap pasangan yang menemukan pasangan diberi skor 1.
5.    Setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin
Point dapat diberikan sesuai dengan metoda di atas, dengan memberikan skor secara bertingkat atau dengan memberikan skor 1 dan 0, siswa yang dapat menemukan pasangan sesuai dengan waktu yang diberikan di beri skor 1 dan yang tidak berhasil menemukan jawaban diberi skor 0.
6.    Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap peserta didik mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya. Selanjutnya kartu di kocok dan diberikan secara acak sesuai dengan tingkatan kemampuan masing-masing. Kembali diberi keseempatan dalam kelompok, jika anggotannya lebih dari 1 orang. Kemudian kembali ke langkah 4 dan 5.
7.    Demikian seterusnya, lakukan secara berulang sampai waktu pembelajaran selesai. Siapa saja yang menjadi juara berilah mereka apresiasi, agar di lain kesempatan lebih baik. Berilah motivasi bagi yang belum berhasil.
8.    Kesimpulan/penutup . Setelah selesai buatlah kesimpulan secara bersama-sama.



C.    KELEBIHAN
Model pembelajaran make and match memberikan manfaat bagi siswa, di antaranya sebagai berikut:
1.    mampu menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan
2.    materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa
3.    mampu meningkatkan hasil belajar siswa mencapai taraf ketuntasan belajar secara klasikal 87,50%.
D.    KELEMAHAN
Di samping manfaat yang dirasakan oleh siswa, pembelajaran kooperatif metode make a match berdasarkan temuan di lapangan mempunyai sedikit kelemahan yaitu:
1.    diperlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan
2.    waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai siswa terlalu banyak bermain-main dalam proses pembelajaran.
3.    guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai


DAFTAR PUSTAKA
Ramadhan, Tarmizi. 2008. Pembelajaran Kooperatif “Make A Match”. (Online). http://tarmizi.wordpress.com. Diakses tanggal 27 Februari 2012.
Sadiman. 2010. Model Pembelajaran Make A Match. (Online). http://sadiman2007.blogspot.com. Diakses tanggal 27 Februari 2012.
Flower 61

Selasa, 28 Februari 2012

Profesi Pendidikan

KOMPONEN-KOMPONEN KOMPETENSI PROFESIONAL

A.    PENGERTIAN KOMPETENSI PROFESIONAL
Kompetensi menunjukan kepada tindakan (kinerja) rasional yang dapat mencapai tujuan-tujuannya secara memuaskan berdasarkan kondisi (prasyarat) yang diharapkan. Jadi kompetensi itu dapat dipandang sebagai pilar dari suatu profesi. Sedangkan profesional adalah berupa  kata  sifat  yang  mencirikan  sesuatu  pekerjaan  memiliki keahlian   spesifik   atau   memenuhi   persyaratan   khusus   sesuai   dengan   yang   dituntut   oleh profesi yang bersangkutan. Dalam hal ini akan dibahas mengenai kompetensi professional sebagai seorang pendidik atau guru.
Dari pengertian kompetensi dan profesional di atas dapat diartikan bahwa kompetensi profesional guru adalah sejumlah kompetensi yang berhubungan dengan profesi yang menuntut berbagai keahlian di bidang pendidikan atau keguruan. Kompetensi profesional merupakan kemampuan dasar guru dalam pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia, bidang studi yang dibinanya, sikap yang tepat tentang lingkungan PBM dan mempunyai keterampilan dalam teknik mengajar(Sudarwan Danim.2002).

B.    KOMPONEN-KOMPONEN PROFESIONAL
Beberapa komponen kompetensi profesional guru adalah berikut ini.
1.    Penguasaan Bahan Pelajaran Beserta konsep-konsep.
Kompetensi pertama yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah penguasaan bidang studi. Penguasaan ini menjadi landasan pokok untuk keterampilan mengajar. Ada dua hal dalam mengusasai bahan bidang studi yaitu:
-    Menguasai bahan bidang studi dan kurikulum sekolah
-    Menguasai bahan pendalaman / aplikasi bidang studi
(Djam’an Satori.2008)
2.    Pengelolaan Program Belajar-Mengajar
Kemampuan mengelola program belajar mengajar mencakup kemampuan merumuskan tujuan instruksional , kemampuan mengenal dan menggunakan metode mengajar, kemampuan memilih dan menyusun prosedur instruksional yang tepat, kemampuan melaksanakan program belajar mengajar kemampuan mengenal potensi (entry behavior) peserta didik serta kemampuan merencanakan dan melaksanakan pengajaran remedial.
Secara rinci, menurut Sciever (1991): kemampuan mengelola program belajar mengajar dapat dilakukan dengan cara berikut ini.
1)    Merumuskan tujuan instruksional
-    Mengkaji kurikulum bidang studi
-    Mempelajari ciri-ciri rumusan tujuan instruksional
-    Mempelajari tujuan instruksional bidang studi yang bersangkutan
-    Merumuskan tujuan instruksional bidang studi yang bersangkutan
2)    Mengenal dan dapat menggunakan metode mengajar
Kemampuan ini dapat dilakukan dengan cara :
-    Mempelajari macam-macam metode mengajar
-    Menggunakan macam-macam metode mengajar
3)    Memilih dan menyusun prosedur instruksional yang tepat
-    Mempelajari kriteria pemilihan materi dan prosedur mengajar
-    Menggunakan kriteria pemilihan materi dan prosedur mengajar
-    Merencanakan program pelajaran
-    Menyusun satuan pelajaran
4)    Melaksanakan program belajar mengajar
-    Mempelajari fungsi dan peran guru-guru dalam proses belajar mengajar
-    Menggunakan alat bantu belajar mengajar
-    Menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar
-    Memonitor proses belajar peserta didik, serta
-    Menyesuaikan rencana program pengajaran dan situasi kelas.
5)    Menganal kemampuan (entry behavior) anak didik
-    Mempelajari tingkat perkembangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian prestasi belajar
-    Mempelajari prosedur dan teknik untuk mengidentifikasi kemampuan peserta didik
-    Menggunakan prosedur dan teknik untuk mengidentifikasi kemampuan peserta didik.
6)    Merencanakan dan melaksanakan pengajaran remedial
-    Mempelajari faktor- faktor penyebab kesulitan belajar
-    Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik
-    Menyusun rencana pengajaran remedial
-    Melaksanakan pengajaran remedial
(Djam’an Satori.2008).
3.    Pengelolaan kelas.
Peran guru sangat besar dalam pengelolaan kelas karena guru sebagai penanggung jawab kegiatan belajar-mengajar di kelas. Guru harus penuh inisiatif dan kreatif dalam mengelola kelas karena gurulah yang mengetahui secara pasti situasi dan kondisi kelas terutama keadaan siswa dengan segala latar belakangnya.
Dalam kaitannya dengan tugas pengelolaan kelas, ada beberapa peran guru yang harus dilakukan sebagai berikut :
-    Peran sebagai pengajar/instruksional
Peran ini mewajibkan guru menyampaikan sejumlah materi pelajaran sesuai dengan garis-garis besar program pengajaran, yang berupa informasi, fakta serta tugas dan keterampilan yang harus dikuasai oleh siswa.
-    Peran sebagai pendidik/educational
Dalam hal ini peran guru dalam pembentukan sikap, mental, dan watak sangat dominan. Dengan demikian sistem “guru kelas “ sangat sesuai karena secara psikologis, siswa memerlukan guru di sekolah sebagai pengganti orang tuanya. Oleh sebab itu guru harus memperhatikan siswa terutama sikap, tingkah laku, ketertiban, dan kedisiplinannya. Di samping itu, guru juga harus memperhatikan kebiasaan-kebiasaan dan kelainan-kelainan, kekhususan, serta kelebihan dan kekurangan masing-masing siswa.
-    Peran sebagai pemimpin/manajerial
Guru adalah pemimpin dan penanggung jawab di kelasnya. Oleh karena itu, yang terjadi di kelas dan berkaitan dengan siswa secara langsung atau tidak langsung menjadi tanggung jawab guru kelas(Zainal Aqib.2002).
Kemampuan ini menggambarkan keterampilan guru dalam merancang, menata dan mengatur sumber-sumber belajar, agar tercapai suasana pengajaran yang efektif dan efisien(Djam’an Satori.2008)
4.    Pengelolaan dan penggunaan media serta sumber belajar.
Kemampuan ini pada dasarnya merupakan kemampuan menciptakan kondisi belajar yang merangsang agar proses belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif dan efesien.
Ada lima jenis kemampuan memahami media dan sumber belajar, menurut Cece Wijaya (1994) yaitu :
-    Mengenal, memilih dan menggunakan media
-    Membuat alat-alat bantu pelajaran sederhana
-    Menggunakan dan mengelola laboratorium dalam rangka proses belajar-mengajar
-    Khusus untuk guru IPA dapat mengembangkan laboratorium.
-    Menggunakan perpustakaan dalam proses belajar mengajar
5.    Penguasaan landasan-landasan kependidikan.
Kemampuan menguasai landasan-landasan kependidikan berkaitan dengan kegiatan sebagai berikut:
1.    Mempelajari konsep dan masalah pendidikan dan pengajaran dengan sudut tinjauan sosiologis, filosofis, historis dan psikologis.
2.    Mengenal fungsi sekolah sebagai lembaga sosial yang secara potensial dapat memajukan masyarakat dalam arti luas serta pengaruh timbal balik antarsekolah dan masyarakat.
3.    Mengenal karakteristik peserta didik baik secara fisik maupun psikologis
6.    Kemampuan menilai prestasi belajar-mengajar.
Guru dapat melaksanakan evaluasi yang efektif serta menggunakan hasilnya untuk mengetahui prestasi dan kemajuan siswa serta dapat melakukan perbaikan dan pengembangan. Guru sebagai penilai harus objektif dan komprehensif. Sebagai evaluator guru berkewajiban mengawasi, memantau proses pembelajaran peserta didik dan hasil belajar yang dicapainya. Dengan mengetahui kesalahan-kesalahan atau kekurangan –kekurangan, perbaikan dan pencarian solusi yang tepat dapat ditemukan dengan mudah (Akdon.2009).
Dalam setiap pekerjaan evaluasi ada tiga sasaran yang hendak dicapai, yaitu:
-    Prestasi berupa pernyataan dalam bentuk angka dan nilai tingkah laku
-    Prestasi mengajar berupa pernyataan lingkungan yang mengamatinya melalui penghargaan atas prestasi yang dicapainya.
-    Keunggulan program yang dibuat guru, karena relevan dengan kebutuhan peserta didik dan lingkungannya(Djam’an Satori.2008)
7.    Memahami prinsip-prinsip pengelolaan lembaga dan program pendidikan di sekolah.
Disamping melaksanakan proses belajar mengajar, diharapkan guru membantu kepala sekolah dalam menghadapi berbagai kegiatan pendidikan lainnya yang digariskan dalam kurikulum, guru perlu memahami pula prinsip-prinsip dasar tentang organisasi dan pengelolaan sekolah, Bimbingan dan penyuluhan termasuk bimbingan karier, program kokurikuler, dan ekstrakurikuler, perpustakaan sekolah serta hal-hal yang terkait.

8.    Menguasai metode berpikir.
Metode dan pendekatan setiap bidang studi berbeda-beda. Menurut Reynold (1990) metode dan pendekatan berpikir keilmuan bermuara pada titik tumpu yang sama. Oleh karena itu, untuk dapat menguasai metode dan pendekatan bidang-bidang studi, guru harus menguasai metode berpikir ilmiah secara umum.
9.    Meningkatkan kemampuan dan menjalankan misi profesional.
Ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru harus terus menerus mengembangkan dirinya agar wawasannya menjadi luas sehingga dapat mengikuti perubahan dan perkembangan profesinya yang didasari oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut(Djam’an Satori.2008).
Membuat karya tulis ilmiah (KTI) merupakan salah satu kegiatan yang dapat dilakukan guru dalam pengembangan profesinya. Dengan membuat KTI potensi yang ada dalam diri guru akan dapat lebih dioptimalkan(Akdon.2009)
10.    Memberikan bantuan dan bimbingan kepada peserta didik.
Bimbingan merupakan proses pemberian bantuan yang terus-menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, penemuan diri, pengarahan diri, dan perwujudan diri dalam mencapai tingkat perkembangan optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan.
Bimbingan ini bertujuan untuk membantu siswa agar dapat memenuhi tugas-tugas perkembangan yang meliputi aspek pribadi, sosial, pendidikan, dan karier sesuai dengan tutuntutan lingkungan.
Program bimbingan harus sesuai dengan program pendidikan, berpusat pada individu yang dibimbing, dimulai dengan identifikasi kebutuhan siswa, fleksibel, dijamin kerahasiaannya, mengikutsertakan orang tua, serta diberikan secara berkelanjutan.
Adapun teknik bimbingan atau teknik memahami siswa meliputi wawancara, observasi, angket, sosiometri, pemeriksaan fisik dan kesehatan, tes hasil belajar, tes psikologi, biografi, studi dokumenter, dan studi kasus(Zainal Aqib.2002)
11.    Memiliki wawasan tentang penelitian pendidikan.
Penelitian bertujuan menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan. Dewasa ini keterpaduan antara pengetahuan, penelitian, dan kebijakan sangat erat. Sehingga tidak mungkin untuk memisahkannya.
Fungsi penelitian diantaranya adalah mengadakan deskripsi atau menggambarkan secara jelas dan cermat hal-hal yang menjadi masalah(Zainal Aqib.2002).
12.    Mampu menyelenggarakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran.
Dalam rangka memperbaiki proses dan hasil belajar siswa, penelitian dilakukan oleh para guru diantaranya penelitian tindakan kelas(classroom action research) dan penelitian tindakan sekolah (school action research). Hal itu tentu saja akan memperbaiki proses dan hasil belajar siswa. Hal ini dilakukan karena guru dituntut untuk pengembangan profesi.
Perkembangan ilmu dan teknologi sangat dipengaruhi oleh hasil-hasil penelitian. Penelitian sederhana yang dilakukan olah guru itu mencakup pengamatan kelas pada waktu mengajar, mengidentifikasi faktor-faktor khusus yang mempengaruhi kelancaran proses belajar mengajar dan mempengaruhi hasil belajar, menganalisis alat penilaian untuk mengembangkannya secara lebih efektif.
13.    Mampu memahami karakteristik peserta didik.
Setiap individu memiliki cirri, sifat bawaan (heredity), dan karakteristik yang diperoleh dari pengaruh lingkungan sekitarnya. Karakteristik pribadi yang dibawa ke sekolah terbentuk dari pengaruh lingkungan . Hal ini berpengaruh sangat besar terhadap keberhasilan atau kegagalannya di sekolah.
Guru dituntut memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang cirri-ciri dan perkembangan peserta didik, lalu menyesuaikan bahan yang akan diajarkan sesuai dengan karakteristik peserta didik. Pemahaman yang dimaksud mencakup pemahaman tentang kepribadian murid serta faktor-foktor yang mempengaruhi perkembangan, perbedaan individual dikalangan peserta didik, kebutuhan, motivasi dan kesehatan mental peserta didik, tugas-tugas perkembangan yang perlu dipenuhi pada tingkat-tingkat usia tertentu, serta fase-fase perkambangan yang dialami mereka(Erning Fatimah.2006).
14.    Mampu menyelenggarakan Administrasi Sekolah
Di samping kegiatan akademis, guru harus mampu menyelenggarakan administrasi sekolah, menurut Ary Gumawan guru diharapkan:
-    Mengenal secara baik pengadministrasian kegiatan sekolah
-    Membantu dalam melaksanakan kegiatan administrasi sekolah
-    Mengatasi kelangkaan sumber belajar bagi dirinya dan bagi sekolah
-    Membimbing peserta didik merawat alat-alat pelajaran dan sumber belajar secara tepat.
Untuk lebih memahami penyelenggaraan administrasi sekolah, guru dapat melakukan kegiatan-kegiatan, antara lain :
-    Mempelajari struktur organisasi dan administrasi persekolahan
-    Mempelajari fungsi dan tanggung jawab administrasi guru, kepala sekolah, dan kantor-kantor dinas pendidikan
-    Mempelajari peraturan-peraturan kepegawaian pada umumnya dan peraturan kepegawaian guru pada khususnya.
-    Menyelenggarakan administrasi sekolah
-    Mempelajari prinsip-prinsip dan prosedur-prosedur pengelolaan program akademik.



15.    Memiliki wawasan tentang inovasi pendidikan
Seorang guru diharapkan berperan sebagai innovator atau agen perubahan maka guru perlu memiliki wawasan yang memadai menganai berbagai inovasi dan teknologi pendidikan yang pernah da mungkin dikembangkan pada jenjang pendidikan
Inovasi mempunyai arti membuat perubahan atau memperkenalkan sesuatu yang baru. Dalam kaitannya dengan kebijakan tentang pendidik dan tenaga kependidikan inovasi yang kita perlukan adalah dalam hal berikut :
-    Inovasi proses pembelajaran di sekolah
Hal ini sangat diperlukan agar guru dapat lebih efektif dalam membelajarkan siswanya. Inovasi ini tidaklah selalu dalam bentuk pemanfaatan ICT dalam pembelajarannya, tetapi dapat menggunakan sumber daya yang ada di sekitar untuk mendukung proses pembelajaran.
-    Inovasi  sarana pembelajaran di sekolah
Berkaitan dengan proses pembelajaran, guru juga didorong untuk melakukan inovasi dalam pembuatan sarana pembelajaran. Apabila dapat diperkenalkan jenis sarana inovatif yang dapat dilakukan guru, hal ini sangat membantu upaya peningkatan mutu pembelajaran.
-    Inovasi pengelolaan sekolah
Saat ini, model pengelolaan sekolah cenderung mengikuti pengelolaan birokrasi perkantoran. Untuk itu, program rintisan tentang jenis inivasi yang dapat dilakukan dalam pengelolaan sekolah akan sangat membantu para kepala satuan pendidikan untuk mewujudkan system pengelolaan yang handal dan berkualitas.
-    Inovasi supervisi yang dilakukan oleh pengawas sekolah
Hal ini menjad sangat penting ditengah-tengah pesimisnya harapan guru terhadap peran pengawas sekolah/penilik. Adanya model supervise baru yang mampu mendorong kinerja guru dengan pola kemitraan atau pola lain hasil inovasi, diyakini akan membantu peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan, sekaligus meningkatkan mutu sekolah.
-    Inovasi sistem pengelolaan pendidik dan tenaga kependidikan
Adanya berbagai masalah tentang penyediaan pendidik dan tenaga kependidikan yang professional, distribusi yang merata, informasi yang kurang lancar, tumpang tindih antara satu program dan program lainnya, menuntut dilakukan inovasi dalam system pengelolaan pendidik dan tenaga kependidikan. Adanya inovasi ini, diharapkan dapat memperoleh system pengelolaan yang akuntabel dalam rangka mewujudkan good govermance dan pencitraan (Akdon.2009). 
16.    Berani mengambil keputusan
Guru harus memiliki kemampuan mengambil keputusan pendidikan agar ia tidak terombang-ambing dalam ketidakpastian. Semua tindakannya akan memberikan dampak tersendiri bagi peserta didik sehingga apabila guru tidak berani mengambil tindakan kependidikan, siswa akan menjadi korban kebimbangan.
17.    Memahami kurikulum dan perkembangannya.
Salah satu tugas guru adalah melaksanakan kurikuum dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu guru perlu memahami konsep-konsep dasar dan langkah-langkah pokok dalam pengembangan kurikulum.
18.    Mampu bekerja berencana dan terprogram
Guru dituntut untuk dapat bekerja teratur, tahap demi tahap tanpa menghilangkan kreativitasnya. Rencana dan program tersebut akan menjadi pola kerja guru sehinga tahap pencapaian pendidikan dapat dinilai dan dijadikan umpan balik bagi kelanjutan peningkatan tahap pendidikan. Keteraturan dan keterlibatan cara kerja inipun akan memberikan warna dalam proses pendidikan atau proses belajar mengajar. Dengan urutan pekerjan yang jelas, guru diharapkan dapat disiplin dalam bertindak, berpakaian dan berkarya.


19.    Mampu menggunakan waktu secara tepat
Makna tepat waktu di sini bukan hanya sekedar masuk dan keluar tepat pada waktunya, melainkan guru juga  harus pandai membuat program kegiatan dengan durasi dan frekuensi yang tepat sehingga tidak membosankan. Karakteristik ini juga hanya dapat dipakai melalui praktik pembinaan yang cukup banyak dan pengetahuan yang baik hanya sebatas pengetahuan yang akan disajikan kepada guru(Djam’an Satori.2008).
Flower 61

Anatomi Fisiologi Hewan

Efek gabungan dari indeks augmentasi dan ketebalan intima-media terhadap risiko penyakit kardiovaskular pada pria muda dan setengah baya tanpa penyakit kardiovaskular
Jonathan H. Kim, M.D., Rajeev Malhotra, M.D., George Chiampas, D.O.,
Pierre d’Hemecourt, M.D., Chris Troyanos, A.T.C., John Cianca, M.D.,
Rex N. Smith, M.D., Thomas J. Wang, M.D., William O. Roberts, M.D.,
Paul D. Thompson, M.D., and Aaron L. Baggish, M.D.,
for the Race Associated Cardiac Arrest Event Registry (RACER) Study Group

RINGKASAN
Ketebalan  arteri karotid intima-ketebalan media (IMT) telah digunakan sebagai pengganti penanda aterosklerosis dan hal tersebut berhubungan dengan penyakit kardiovaskular. Indeks kekakuan arteri juga berpengaruh  dengan penyakit kardiovaskular dan aterosklerosis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meramalkan indikasi  kombinasi  pengganti tanda dari penyakit kardiovaskular yang diukur secara non-invasif pada orang yang tidak memiliki penyakit  kardiovaskular. Setelah melewati tahapan penelitian , 81 laki-laki berusia muda dan menengah (39,2 6,3 tahun) tanpa keterangan  penyakit kardiovaskular yang jelas atau diabetes mellitus yang terdaftar. B-mode ultrasonografi beresolusi tingi dan analisis pulsa gelombang yang digunakan untuk mengukur IMT arteri karotis dan indeks augmentasi (AI), ukuran kekakuan arteri. Farminghams Risk Score (FRS) digunakan sebagai perkiraan  resiko  terhadap perkembangan penyakit kardiovaskular. Perbedaan regional yang diamati dalam IMT arteri karotid 'tentang hubungan  mereka dengan FRS: gabungan (rata-rata dari semua situs) IMT dan IMT pada bulb karotid (CB), tetapi tidak pada arteri karotid umum (CC) dan internal (IC), dan AI menunjukkan peningkatan yang signifikan dari FRS oleh tertiles mereka. Namun, subyek dengan AI dan IMT yang baik pada setiap situs dalam tertile tertinggi (AI> 15%, mm CC,> 0,65 CB> 0,8 mm, IC> 0,65 mm) memiliki FRS meningkat dibandingkan dengan subyek dengan satu atau tidak ada parameter ini dalam tertile tertinggi. Kesimpulannya, pria muda dan setengah baya tanpa penyakit kardiovaskular yang jelas dengan IMT dan AI yang tinggi beresiko tinggi terhadap penyakit kardiovaskular, sebagaimana dinilai oleh FRS. Studi epidemiologis diperlukan untuk lebih memvalidasi kombinasi ini.
PENGANTAR
Aterosklerosis koroner telah terbukti untuk menginisiasi awal kehidupan bertahun-tahun sebelum  manifestasi klinis dari penyakit arteri koroner.1 Jadi, mencari penanda dengan akurasi yang tinggi untuk mengidentifikasi aterosklerosis dini dan hasil kesehatan yang merugikan pada orang dewasa muda memiliki nilai kesehatan yang besar dalam pencegahan primer untuk penyakit jantung koroner (PJK).
Ketebalan  karotid intima- media (IMT) telah terkait dengan adanya beberapa faktor penyakit PJK dan aterosklerosis koroner dan telah digunakan sebagai penanda pengganti dari awal atherosclerosis.2- 9 Dalam hal ini,penelitian  Komunitas Penyakit  Aterosklerosis (ARIC) telah menunjukkan bahwa peningkatan IMT karotid berhubungan dengan tingginya prnyakit kardiovaskular bahkan  pada orang dewasa  muda yang sehat.10
Analisis gelombang bunyi (PWA) secara luas digunakan untuk mengukur non-invasif augmentasi Indeks (AI) dalam aorta, yang mencerminkan augmentasi tekanan sistolik oleh pantulan gelombang dari batas luarnya.11 Parameter ini sangat ditentukan oleh kekakuan arteri, tonus vaskular dan tekanan aorta.11, 12 AI  berkaitan dengan munculnya aterosklerosis koroner dan meningkatkan tingkat resiko kardiovaskular.13, 14
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji hipotesis bahwa kombinasi dari penanda fungsional untuk penyakit kardiovaskular yang berasal dari PWA, 15 seperti AI, dan penanda struktural, seperti arteri karotis IMT, dapat memprediksi lebih baik mengenai  penyakit kardiovaskular, sebagaimana berdasarkan penilaian Framingham Risk Skor (FRS), dari AI atau IMT sendiri pada orang  muda tanpa gejala klinis yang jelas mengenai penyakit kardiovaskular.
BAHAN DAN CARA KERJA
Studi populasi
Sebanyak 81 relawan pria asimtomatik, perwira militer dari tentara Yunani (39,2 + 6,2 tahun) tanpa penyakit kardiovaskular klinis yang jelas (PJK, gejala penyakit arteri karotid, penyakit arteri perifer) yang terdaftar dalam penelitian ini. Sejak diabetes melitus dianggap setara dengan risiko PJK oleh Panel Pengobatan Dewasa (ATP) III, 16 kehadirannya dianggap sebagai kriteria eksklusi. Semua relawan setuju memberikan informasi sebelum mengikuti penelitian dan protokol ini disetujui oleh komite etika lokal.
Penelitian pembuluh darah dan sampel darah vena dilakukan pada waktu dan hari yang sama (12:00-16:00) setelah  istirahat 15 menit. Semua relawan bebas dari makanan, merokok dan kafein atau alkohol paling tidak 12 jam. Penyidik dan operator tidak mengetahui tentang sejarah kesehatan dari pasien diperiksa.
Penilaian risiko penyakit kardiovaskular dilakukan dengan menggunakan persamaan Framingham untuk pria dimodifikasi oleh ATP III.16 FRS menentukan resiko 10-tahun untuk mengembangkan PJK. Faktor resiko yang digunakan untuk menghitung skor adalah usia, kolesterol total, kolesterol HDL, tekanan darah sistolik, pengobatan hipertensi dan merokok. Rokok kertas dianggap sebagai  pernah merokok dalam satu bulan terakhir. Meskipun diekstraksi dari penduduk yang tinggal di Amerika Serikat, FRS dianggap lebih memenuhi syarat dibandingkan dengan nilai lainnya berdasarkan populasi Eropa, karena juga menghitung risiko untuk kelompok yang lebih muda dari 40 tahun.
Pulsa gelombang analisis
Tonometri arteri radial digunakan untuk memperoleh dan menganalisis gelombang bunyi dari aorta (Sphygmocor Sistem-Atcor Medis, Sydney, Australia). Bentuk gelombang tekanan perifer dicatat pada arteri radialis dengan menggunakan tonometer dengan ketelitian yang tinggi (Millar, Instrumen, Houston, TX, USA) dan dikalibrasi dengan menggunakan tekanan arteri yang diukur pada arteri brakialis. Bentuk gelombang tekanan aorta kemudian dihitung dengan menerapkan fungsi transfer umum seperti yang dijelaskan sebelumnya.11 Analisis asal bentuk gelombang aorta, memungkinkan perhitungan indeks yang sesuai terutama untuk ukuran kekakuan arteri dan khususnya aorta dan intensitas gelombang yang dipantulkan. AI diukur dengan metode yang didefinisikan sebagai rasio dari tekanan sistolik augmentasi disebabkan oleh gelombang bunyi yang dipantulkan ke tekanan aorta.11 Ukuran AI dinormalisasi untuk denyut jantung 75 bpm (AI & 75) untuk  ketergantungan yang kuat ini pada nilai indeks jantung.17
IMT karotid
IMT diukur dalam  tiga segmen pasangan arteri karotis kanan dan kiri dari sudut lateral oleh transduser tetap menggunakan B-mode pencitraan USG (7,0 MHz, array transduser linier, Acuson 128XP, Mountain View, CA, USA) seperti yang dijelaskan sebelumnya.18 segmen (i) diukur pada tingkat arteri (cc) umum karotid (didefinisikan sebagai segmen 1 cm proksimal untuk melebarkan karotid); segmen (ii) pada tingkat dari bola karotid (cb) (didefinisikan sebagai segmen antara pelebaran karotis dan pembagi aliran karotis) dan segmen (iii) di tingkat arteri (IC) internal karotid (didefinisikan sebagai segmen 1 cm panjang arteri distal ke pembagi aliran). Dalam setiap segmen tiga pengukuran IMT maksimal di dinding yang jauh itu rata-rata. Selanjutnya IMT rata-rata semua enam segmen (gabungan IMT) dan untuk setiap pasangan segmen dihitung secara terpisah.
Analisis statistik
SPSS 11,5. untuk Windows digunakan untuk menganalisis data. Nilai disajikan sebagai rata-rata s.d. Satu-sampel Kolmogorov-Smirnov digunakan untuk menguji parameter distribusi normal. Semua pengukuran IMT ditransformasikan dengan cara log untuk mengurangi kesalahan  ketika digunakan sebagai variabel kontinu. Analisis varians (ANOVA) dengan tes tren linier digunakan untuk menilai dampak tertiles AI & 75 dan IMT pada FRS. Selanjutnya, salah satu individu dari lima kelompok  ditugaskan untuk  tergantung pada nilai IMT dan AI & 75: baik IMT dan AI & 75 dalam tertile terendah (Kelompok 1), salah satu parameter dalam tertile terendah dan yang lainnya di tertile kedua (Grup 2), kedua parameter dalam satu detik tertile (Kelompok 3) dari parameter dalam tertile kedua dan yang lainnya di tertile tertinggi (Grup 4) dan kedua IMT dan AI & 75 dalam tertile tertinggi (Grup 5). Tes tren linier digunakan untuk menilai dampak kombinasi AI & 75 dengan IMT diukur pada situs yang berbeda di FRS. Analisis kovarians digunakan untuk menyesuaikan faktor pembaur yang mungkin tidak termasuk dalam persamaan Framingham. Tidak ada penyesuaian yang dilakukan untuk denyut jantung sejak AI telah dinormalisasi untuk parameter ini. Sebuah nilai-P <0,05 dianggap tingkat signifikansi statistik.
HASIL
Karakteristik peserta ditunjukkan dalam Tabel 1; nilai-nilai biokimia diukur dan parameter vaskul tercantum dalam Tabel 2. AI @ 75 secara signifikan berkorelasi dengan IMT gabungan  (r ¼ 0,232, P ¼ 0,031) dan dengan CB IMT (r ¼ 0,256, ¼ P 0,017) tetapi tidak dengan CC IMT (r ¼ 0,148, P ¼ 0,173)
dan IC IMT (r ¼ 0,043, P ¼ 0,699). FRS secara signifikan berkorelasi dengan AI @ 75 (¼ r 0,266, P ¼ 0,009), dikombinasikan IMT (r ¼ 0,353, P ¼ 0,001), CC IMT  (r¼ 0,220, P ¼ 0,038) dan CB IMT (r ¼ 0,381, Po0.001) tetapi tidak dengan IC IMT (r ¼ 0,088, P ¼ 0,422).
Table 1. Characteristics of participants
N
Age ( years )
Body mass index ( kg / m2)
Smokers ( %)
Pack years in smokers
Hypertension (%)
Hyperlipidaemia ( % )
Diabetus militus ( % )    81
39.2 + 6.3
26.8 + 3.1
54
23.6 + 16
5
59
0

Table 2. Values of measured biochemical and vascular parameters
Total cholesterol (mg/dl)
LDL cholesterol (mg/dl)
HDL cholesterol (mg/dl)
Triglycerides (mg/dl)
Peripheral systolic pressure (mmHg)
Peripheral diastolic pressure (mmHg)
Heart rate (bpm)
Central systolic pressure (mmHg)
Central diastolic pressure (mmHg)
Pulse pressure (mmHg)
Central pulse pressure (mmHg)
AI&75 (%)
IMT combined (mm)
IMT common carotid (mm)
IMT carotid bifurcation (mm)
IMT internal carotid (mm)
Framingham score (points)    228.1 41.9
150.9 37.3
44.3 9.8
154.9 89.8
122.6 12.6
80.1 11.2
73.7 10.5
109.1 10.9
80.8 10.4
42.6 10.6
28.2 6.4
11.3 10.3
0.666 0.143
0.635 0.143
0.740 0.232
0.620 0.114
8.5 5.7
Nilai dinyatakan sebagai sd berarti. IMT, ketebalan media intima; AI @ 75, indeks augmentasi dinormalisasi pada 75 denyut per menit.
Peningkatan signifikan FRS oleh IMT gabungan (P ¼ 0,009), CB IMT (P ¼ 0,002) dan AI @ 75 tertiles (P ¼ 0,009) yang diamati. Nilai mean FRS oleh AI @ 75 tertiles adalah 6.776.2 (1 vs 2, P ¼ 0,360 dan 1 vs 3 tertile, P ¼ 0,009), 874,9 (2 vs 3 tertile, P ¼ 0,086) dan 10.475.4 untuk 1, 2 dan 3 tertiles, masing-masing. Nilai mean FRS oleh gabungan Tertiles IMT adalah 6.876.9 (1 vs 2, ¼ P 0,418 dan 1 vs 3 tertile, P ¼ 0,009), 874,4 (2 vs 3 tertile, P ¼ 0,083) dan 10.674.7 untuk 1, 2nd dan 3rd tertile, masing-masing. Rata-rata nilai FRS oleh CB tertiles IMT adalah 7.176.4 (1 vs 2, ¼ P 0,969 dan 1 vs 3 tertile, P ¼ 0,002), 774,1 (2 vs 3 P tertile ¼ 0,007) dan 11.274.6 untuk 1, 2nd dan 3rd tertiles, masing-masing. Meskipun ada juga meningkatkan FRS oleh CC tertiles IMT (FRS ¼ 7.876.6 untuk 1, 2 dan 8.775.5 untuk 9.474.1 untuk tertile 3) mereka tidak mencapai signifikansi (Gambar 1). Tidak ada perbedaan yang signifikan diamati di IC IMT (876,4 untuk 1, 9.574.5 untuk 2 dan 8.475.6 untuk tertile 3).
Ketika kombinasi dari AI @ 75 dan IMT dinilai, peningkatan yang signifikan FRS dicatat antara kelompok 1-5 seperti yang dijelaskan dalam statistik Bagian (Gambar 2). FRS berarti tertinggi pada subyek dengan kedua AI @ 75 (415%) dan IMT diukur pada setiap situs (CC40.65mm, CB40.8 mm, IC40.65mm) atau dikombinasikan IMT (40.7mm) dalam tertile tertinggi. Perbedaan antara masing-masing kelompok untuk setiap kombinasi AI @ 75 dengan IMT ditunjukkan pada Tabel 3. Para Perbedaan paling mencolok terlihat ketika AI @ 75 dinilai dengan IMT dikombinasikan atau CB. Dalam dua kombinasi FRS di Grup 5 secara signifikan lebih tinggi dari semua Kelompok lain dengan jelas progresif pertambahan dari FRS dari Grup 1 sampai 5 (Po0.005 untuk tren linier).
Tidak ada perubahan dalam temuan ini setelah diamati penyesuaian untuk BMI dan untuk tinggi  parameter yang dapat mempengaruhi nilai-nilai AI. Berarti FRS di subyek dengan kedua AI @ 75 dan IMT di tertinggi tertile (Grup 5) berhubungan dengan risiko mulai dari 8 sampai 12% sementara pada subyek dengan salah satu parameter dalam tertile tertinggi dan yang lainnya di yang tertile kedua (Grup 4) berhubungan dengan risiko mulai dari 4 sampai 6%.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pria muda dan setengah baya tidak beresiko tinggi  mengalami gejala serangan PJK, hal ini berdasarkan perkirakan oleh FRS, ketika kedua arteri kaku, dinilai dengan analisis gelombang denyut nadi, dan IMT dari arteri karotis yang meningkat. Sebuah peningkatan progresif dalam FRS diamati untuk setiap kenaikan baik Parameter dalam tertilesnya. Hal ini mungkin bahwa dalam kohort ini  kardiovaskular awal yang  relatif rendah FRS informasi diagnostik tambahan diperoleh dengan tes diagnostik gabungan tidak mengubah penggolongan substansial dari pasien dan oleh karena itu keputusan terapeutik. Hal ini mungkin meskipun dalam populasi lansia (dengan skor awal FRS yang lebih tinggi) informasi dari tes gabungan dapat menyebabkan perubahan keputusan untuk pengobatan.
FRS adalah skor yang valid dalam menghitung peningkatan resiko PJK dengan memasukkan  faktor resiko penyakit kardiovaskular utama dalam sebuah persamaan. Hal ini didasarkan pada data dari percobaan epidemiologis besar dalam jangka panjang dan memungkinkan untuk menargetkan orang dewasa yang hidup bebas dari gejala akan mendapatkan keuntungan dari pengobatan ini.16 Intensif IMT diukur di arteri karotis telah ekstensif digunakan sebagai penanda pengganti dari umum aterosklerosis; 4,5,9 IMT meningkat, terutama di CB, telah dikaitkan dengan kehadiran dan aterosklerosis koroner tingkat; 6-8 pengukuran IMT di arteri karotid mungkin berguna penanda risiko untuk menentukan keputusan untuk SD pencegahan PJK. Namun, peningkatan IMT adalah penanda anatomi yang mencerminkan dampak aterosklerosis pada struktur dinding pembuluh darah; 9 oleh karena itu informasi, penting fungsional status dari sistem kardiovaskular mungkin terlewatkan jika hanya dengan mengukur menggunakan parameter ini. Perubahan fungsi endotel, tonus vaskuler, kekakuan arteri dan resistensi sistemik dapat mempengaruhi patofisiologi penyakit kardiovaskular tanpa secara langsung mempengaruhi IMT di arteri karotis; individu dengan perubahan fungsional pada sistem kardiovaskular mungkin mereka masih memiliki anatomi arteri karotis normal ketika dinilai dengan B-mode ultrasonografi. Memang, sebuah studi terbaru dari Kobayashi menyarankan bahwa kombinasi dari pengukuran fungsi endotel di arteri brakialis, IMT pada arteri CC dan kecepatan denyut gelombang memprediksi beban aterosklerosis lebih baik dari masing-masing saja, pada populasi orang dewasa yang berisiko tinggi dengan penyakit kardiovaskular.19 demikian,hipotesis  kita hipotesis PWA adalah metode yang cocok untuk menilai perubahan-perubahan fungsional dalam sistem kardiovaskular 15 bisa memberikan indikasi informasi penting selain yang diperoleh dari IMT, pada pria muda jauh sebelum merekabenar-benar terserang penyakit kardiovaskular.

AI di aorta diukur non-invasif dengan PWA dianggap yang handal dan direproduksi marker20-22 untuk menilai status saat ini dari kardiovaskular sistem. Nilai-nilainya mencerminkan waktu tercermin gelombang tekanan kembali ke aorta dan karenanya aorta pulsa gelombang kecepatan dan arteri stiffness23, 24 serta perubahan terkait dengan intensitas gelombang tercermin yang tergantung pada vaskular nada dan sifat-sifat otot kecil arteri / arterioles.11, 12,15 Hal ini tidak mungkin untuk menentukan komponen ini lebih sangat dipengaruhi dalam subyek dengan AI tinggi dalam penelitian kami. Namun demikian, Kelly et al.12 telah menunjukkan bahwa pada pria muda yang sehat, mirip dengan yang diperiksa dalam penelitian ini, tonus vaskular memiliki pengaruh besar pada AI dibandingkan untuk kecepatan pulsa gelombang aorta.

Meskipun pada saat ini tidak ada epidemiologi studi meneliti nilai prognostik AI pada orang dewasa asimtomatik, telah berhubungan dengan risiko kardiovaskular sesuai dengan risiko koroner bagan Masyarakat Kardiologi Eropa serta untuk kehadiran CHD.13, 14 Jadi, asosiasi risiko kardiovaskular dengan IMT atau AI, tetapi mereka tidak kombinasi, juga telah dilaporkan dalam yang sama Populasi kelompok individu asimtomatik muda seperti dalam study.2 saat ini, 3,13 Selain data ini, kita mengindikasikan bahwa subpopulasi berisiko tinggi, menyajikan kerusakan dari kedua spidol, bisa diidentifikasi. Sebuah penjelasan yang mungkin untuk ini hasilnya mungkin bahwa beban meningkat pada vaskular dinding dengan adanya faktor risiko, karena hal ini dinilai oleh FRS, sangat dapat mempercepat proses aterosklerosis dan secara global mempengaruhi baik fungsional dan struktural penanda aterosklerosis. Sebaliknya beban terbatas faktor risiko akan mungkin mempengaruhi hanya satu atau tidak ada memeriksa parameter vaskular. Oleh karena itu, pengukuran IMT di arteri karotid dan AI di aorta selama kunjungan dapat membantu untuk mengidentifikasi asimtomatik individu dalam risiko tinggi untuk mengembangkan PJK; ini subyek mungkin menjadi kandidat untuk pengobatan agresif profil faktor risiko kardiovaskular mereka. Namun, kegunaan pengukuran gabungan tanda tersebut harus divalidasi oleh skala besar studi epidemiologi.
Ketebalan IMT di CB lebih baik terkait dengan FRS dari segmen karotis lainnya. Penelitian sebelumnya berada di perjanjian dengan temuan kami menunjuk ke yang lebih kuat hubungan IMT di CB dengan risiko kardiovaskular faktor dan tingkat aterosklerosis koroner daripada, CC artery.2 3,6,8 Selain itu, dalam ARIC study10 tidak ada perbedaan yang jelas mengenai prediksi risiko antara CC dan CB IMT dalam populasi dengan profil yang sama seperti ini diperiksa secara penelitian ini. Hal ini mungkin karena perbedaan hemodinamik properti di CB yang lebih dekat terkait dengan mereka yang arteries.25 koroner.
Ada beberapa keterbatasan dalam penelitian ini. Pertama meskipun FRS skor divalidasi baik itu masih merupakan dihitung skor risiko yang tidak dapat menggantikan epidemiologi Data. Selain itu, tidak semua faktor risiko dimasukkan dalam perhitungan. Kedua, kardiovaskular resiko mungkin telah agak berlebihan sejak FRS dikembangkan dari populasi Amerika Serikat dengan lebih tinggi prevalensi PJK dari itu di Mediterania negara. Namun, relatif dan tidak mutlak risiko adalah tujuan utama dalam penelitian ini. Dalam Selain itu, populasi yang diteliti dipilih pada sehubungan dengan jender, diabetes mellitus dan mungkin gaya hidup yang mungkin berbeda di dalam militer masyarakat (misalnya kebiasaan diet, aktivitas fisik) bila dibandingkan dengan populasi umum. Hal ini mungkin membatasi hasil-hasil dari secara langsung umum dengan populasi yang lebih luas tetapi dapat memicu lebih lanjut penelitian untuk menguji kombinasi ini sedemikian sampel. Akhirnya, FRS mungkin kurang prediktif dalam mata pelajaran di bawah 40 tahun yang terdiri atas sebagian besar penduduk diperiksa. Namun, FRS mencerminkan ukuran kumulatif dari faktor risiko untuk CAD dan karena itu temuan ini menunjukkan bahwa bahkan pada orang dewasa muda sehat kombinasi keduanya IMT tinggi dan AI yang paling sering berhubungan dengan adanya faktor risiko. Ini adalah khusus penting sejak kehadiran tradisional faktor risiko di awal kehidupan dapat memprediksi perkembangan yang cepat CAD. Sebagai contoh peningkatan serum kolesterol pada dewasa muda memprediksi tingkat yang lebih tinggi prematur
CAD di tengah age.16
Table 3. Crosstable showing the differences (P-values) between each group for each combination of augmentation index (AI&75) with carotid intima-media thickness (IMT) measured at various segments (CC: common carotid, CB: carotid bulb, IC: internal carotid)
Group (n)
    
Mean FRS s.d.     Group 1     Group 2     Group 3     Group 4     Group 5
        P-values
Combined IMT+AI&75
 Group 1 (12)    6.2 8.5         0.679    0.389    0.293    0.002
 Group 2 (18)    7.0 5.0    0.679         0.627    0.455    0.003
 Group 3 (23)    7.8 5.1    0.389    0.627         0.716    0.007
 Group 4 (11)    8.5 4.6    0.293    0.455    0.716         0.056
 Group 5 (17)    12.6 3.5    0.002    0.003    0.007    0.056   
                             
CC IMT+AI&75
 Group 1 (15)    5.7 7.0         0.142    0.345    0.021    0.017
 Group 2 (14)    8.8 5.8    0.142         0.488    0.465    0.264
 Group 3 (22)    7.5 6.2    0.345    0.488         0.112    0.072
 Group 4 (20)    10.2 3.4    0.021    0.465    0.112         0.577
 Group 5 (10)    11.4 3.9    0.017    0.264    0.072    0.577   
                             
CB IMT+AI&75
 Group 1 (14)    6.1 7.8         0.514    0.491    0.274    0.000
 Group 2 (20)    7.4 4.9    0.514         0.956    0.584    0.001
 Group 3 (18)    7.4 5.1    0.491    0.956         0.626    0.002
 Group 4 (20)    8.3 4.5    0.274    0.584    0.626         0.016
 Group 5 (16)    13.3 3.3    <0.001    0.001    0.002    0.016   
                             
IC IMT+AI&75
 Group 1 (11)    6.4 7.0         0.365    0.568    0.455    0.011
 Group 2 (13)    8.6 6.4    0.365         0.608    0.844    0.078
 Group 3 (30)    7.7 5.6    0.568    0.608         0.762    0.011
 Group 4 (15)    8.2 4.7    0.455    0.844    0.762         0.045
 Group 5 (12)    12.6 3.6    0.011    0.078    0.011    0.045   
 Kelompok 1: baik IMT dan AI @ 75 di Grup tertile terendah, 2: salah satu parameter dalam tertile terendah dan yang lainnya di Grup tertile kedua, 3: kedua parameter di Grup tertile kedua, 4: salah satu parameter dalam tertile kedua dan yang lainnya di Grup tertile tertinggi, 5: IMT baik dan AI @ 75 dalam tertile tertinggi

Apa yang diketahui tentang topik ini Peningkatan kekakuan arteri dan peningkatan ketebalan media intima (IMT) individual mencerminkan peningkatan risiko kardiovaskular pada orang dewasa tanpa diketahui penyakit jantung dan dapat membantu resiko stratifikasi dalam pencegahan primer untuk CAD di masa depan.

Apa penelitian ini menambahkan Penggunaan gabungan IMT pada arteri karotid dengan penanda kekakuan arteri berasal dari analisis gelombang pulsa (augmentasi Indeks) dapat memberikan informasi prognostik tambahan untuk membantu mengidentifikasi orang dewasa saat ini sehat dengan risiko tertinggi untuk mengembangkan arteri koroner penyakit di masa depan.
Sebagai kesimpulan, penelitian ini menunjukkan bahwa sehat muda dan setengah baya laki-laki dengan kedua IMT karotid meningkat dan AI dalam risiko tertinggi untuk mengembangkan PJK karena ini adalah dinilai oleh FRS. Temuan ini dapat memicu penyelidikan lebih lanjut untuk menilai nilai prognostik kombinasi aterosklerotik penanda dalam studi epidemiologi dengan populasi yang lebih luas.

References
1    Stary HC. Evolution and progression of atherosclerotic lesions in coronary arteries of children and young adults. Arteriosclerosis 1989; 9: 119–132.
2    Kieltyka L, Urbina EM, Tang R, Bond MG, Srinivasan SR, Berenson GS. Framingham risk score is related tocarotid artery intima-media thickness in both white and black young adults: the Bogalusa Heart Study. Atherosclerosis 2003; 170: 125–130.
3    Urbina EM, Srinivasan SR, Tang R, Bond MG, Kieltyka L, Berenson GS. Impact ofmultiple coronary risk factors on the intima-media thickness of different segments of carotid artery in healthy young adults (The Bogalusa Heart Study). Am J Cardiol 2002; 90: 953–958.
4    Wikstrand J, Wiklund O. Frontiers in cardiovascular science: quantitative measurements of atherosclerotic manifestations in humans. Arterioscler Thromb 1992; 12: 114–119.
5    Grobbee DE, Bots ML. Carotid artery media thickness as an indicator of generalized atherosclerosis. J Intern Med 1994; 236: 567–573.
6    Hulthe J, Wikstrand J, Emanuelsson H, Wiklund O, de Feyet PJ, Wendelhag I. Atherosclerotic changes in the carotid artery bulb as measured by B-mode ultrasound are associated with the extent of coronary atherosclerosis. Stroke 1997; 28: 1189–1194.
7    Khoury Z, Schwartz R, Gottlieb S, Chenzbraun A, Stern S, Keren A. Relation of coronary artery disease to atherosclerotic disease in the aorta, carotid, and femoral arteries evaluated by ultrasound. Am J Cardiol 1997; 80: 1429–1433.
8    Lekakis JP, Papamichael CM, Cimponeriu AT, Stamatelopoulos KS, Papaioannou TG, Kanakakis J et al. Atherosclerotic changes of extracoronary arteries are associated with the extent of coronary atherosclerosis. Am J Cardiol 2000; 84: 949–952.
9    Mancini GB, Dahlof B, Diez J. Surrogate markers for cardiovascular disease. Structural markers. Circulation 2004; 109(Suppl IV): IV22–IV30.
10    Chambless LE, Heiss G, Folsom AR, Rosamond W, Szklo M, Sharrett AR et al. Association of coronary heart disease incidence with carotid arterial wall thickness and major risk factors: The Atherosclerosis Risk in Communities (ARIC) Study, 1987–1993. Am J Epidemiol 1997; 146: 483–494.
11    O’Rourke MF, Pauca A, Jiang XJ. Pulse wave analysis. Br J Clin Pharmacol 2001; 51: 507–522.
12    Kelly RP, Millaseau SC, Ritter JM, Chowienczyk PJ. Vasoactive drugs influence aortic augmentation index independently of pulse-wave velocity in healthy men. Hypertension 2001; 37: 1429–1433.
13    Nurnberger J, Keflioglu-Scheiber A, Opazo Saez AM, Wenzel RR, Philipp T, Schafers RF. Augmentation index is associated with cardiovascular risk. J Hypertens 2002; 20: 2407–2414.
14    Weber TJ, Auer J, O’Rourke MF, Kvas E, Lassnig E, Berent R et al. Arterial stiffness, wave reflections, and the risk of coronary artery disease. Circulation 2004; 109: 184–189.
15    Cohn JN, Quyyumi AA, Hollenberg NK, Jamerson KA. Surrogate markers for cardiovascular disease. Functional markers. Circulation 2004; 109(Suppl IV): IV31–46.
16    Expert Panel on Detection, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults. Executive summary of the third report of the National Cholesterol Education Program (NCEP) expert panel on detection, evaluation, and treatment of high blood cholesterol in adults (Adult Treatment Panel III). JAMA 2001; 285: 2486–2497.
17    Wilkinson IB, MacCallum H, Flint L, Cockcroft JR, Newby DE, Webb DJ. The influence of heart rate on augmentation index and central arterial pressure in humans. J Physiol 2000; 525: 363–370.
18    De Groot E, Joukema WJ, Montauban van Swijndregi AD, Zwinderman AH, Ackerstaff RG, van der Steen AF et al. B-mode ultrasound assessment of pravastatin treatment effect on carotid and femoral artery walls and its correlations with coronary arteriographic findings: a report of the Regression Growth Evaluation Statin Study (REGRESS). J Am Coll Cardiol 1998; 31: 1561–1567.
19    Koboyashi K, Akishira M, Yu W, Hashimoto M, Ohni M, Toba K. Interrelationship between non-invasive measurements of atherosclerosis: flow-mediated dilation of brachial artery, carotid intima-media thickness and pulse wave velocity. Atherosclerosis 2004; 173: 13–18.
20    Wilkinson IB, Fuchs SA, Jansen IM, Spratt JC, Murray GD, Cockroft JR et al. Reproducibility of pulse wave velocity and augmentation index measured by pulse wave analysis. J Hypertens 1998; 16: 2079–2084.
21    Filipovsky J, Svobodova V, Pecen L. Reproducibility of radial pulse wave analysis in healthy subjects. J Hypertens 2000; 18: 1033–1040.
22    Papaioannou TG, Stamatelopoulos KS, Gialafos ES, Vlachopoulos C, Karatzis E, Nanas J et al. Monitoring of arterial stiffness indices by applanation tonometry and pulse pressure: reproducibility at low blood pressures. J Clin Monit Comput 2004; 18: 137–144.
23    Bramwell JC, Hill AV. Velocity of transmission of the pulse and elasticity of arteries. Lancet 1922; 1: 891–892.
24    Merillon JP, Lebras Y, Chastre J, Lerallut JF, Motte G, Fontenier G et al. Forward and backward waves in the arterial system, their relationship to pressure waveforms. Eur Heart J 1983; 4: G13–G20.
25    Glagov S, Zarins C, Giddens DP, Ku DN. Hemodynamics and atherosclerosis: insights and perspectives gained from studies of human arteries. Arch Pathol Lab 1 Medi 1988; 112: 1018–1031.
Flower 61

Selasa, 29 November 2011

HUTAN MANGROVE


Pengertian Hutan Mangrove
Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu.
Kita sering menyebut hutan di pinggir pantai tersebut sebagai hutan bakau. Sebenarnya, hutan tersebut lebih tepat dinamakan hutan mangrove. Istilah ‘mangrove’ digunakan sebagai pengganti istilah bakau untuk menghindarkan kemungkinan salah pengertian dengan hutan yang terdiri atas pohon bakau Rhizophora spp. Karena bukan hanya pohon bakau yang tumbuh di sana. Selain bakau, terdapat banyak jenis tumbuhan lain yang hidup di dalamnya.

Ciri-Ciri Hutan Mangrove
Hutan mangrove memiliki ciri-ciri fisik yang unik di banding tanaman lain. Hutan mangrove mempunyai tajuk yang rata dan rapat serta memiliki jenis pohon yang selalu berdaun. Keadaan lingkungan di mana hutan mangrove tumbuh, mempunyai faktor-faktor yang ekstrim seperti salinitas air tanah dan tanahnya tergenang air terus menerus. Meskipun mangrove toleran terhadap tanah bergaram (halophytes), namun mangrove lebih bersifat facultative daripada bersifat obligative karena dapat tumbuh dengan baik di air tawar.
Hal ini terlihat pada jenis Bruguiera sexangula, Bruguiera gymnorrhiza, dan Sonneratia caseolaris yang tumbuh, berbuah dan berkecambah di Kebun Raya Bogor dan hadirnya mangrove di sepanjang tepian sungai Kapuas, sampai ke pedalaman sejauh lebih 200 km, di Kalimantan Barat. Mangrove juga berbeda dari hutan darat, dalam hal ini jenis-jenis mangrove tertentu tumbuh menggerombol di tempat yang sangat luas. Disamping Rhizophora spp., jenis penyusun utama mangrove lainnya dapat tumbuh secara “coppice”. Asosiasi hutan mangrove selain terdiri dari sejumlah jenis yang toleran terhadap air asin dan lingkungan lumpur, bahkan juga dapat berasosiasi dengan hutan air payau di bagian hulunya yang hampir seluruhnya terdiri atas tegakan nipah Nypa fruticans.
Ciri-ciri ekosistem mangrove terpenting dari penampakan hutan mangrove, terlepas dari habitatnya yang unik, adalah :
·         memiliki jenis pohon yang relatif sedikit;
·          memiliki akar tidak beraturan (pneumatofora) misalnya seperti jangkar melengkung dan menjulang pada bakau Rhizophora spp., serta akar yang mencuat vertikal seperti pensil pada pidada Sonneratia spp. dan pada api-api Avicennia spp.;
·         memiliki biji (propagul) yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya, khususnya pada Rhizophora;
·         memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon.
Sedangkan tempat hidup hutan mangrove merupakan habitat yang unik dan memiliki ciri-ciri khusus ekosistem mangrove, diantaranya adalah :
·         tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau hanya tergenang pada saat pasang pertama;
·         tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat;
·         daerahnya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat;
·         airnya berkadar garam (bersalinitas) payau (2 – 22 o/oo) hingga asin.

Lingkungan fisik dan zonasi

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/f/f0/Mangroves.jpg/240px-Mangroves.jpg
Jenis-jenis tumbuhan hutan bakau ini bereaksi berbeda terhadap variasi-variasi lingkungan fisik di atas, sehingga memunculkan zona-zona vegetasi tertentu. Beberapa faktor lingkungan fisik tersebut adalah:
Jenis tanah
Sebagai wilayah pengendapan, substrat di pesisir bisa sangat berbeda. Yang paling umum adalah hutan bakau tumbuh di atas lumpur tanah liat bercampur dengan bahan organik. Akan tetapi di beberapa tempat, bahan organik ini sedemikian banyak proporsinya; bahkan ada pula hutan bakau yang tumbuh di atas tanah bergambut.
Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan pasir yang tinggi, atau bahkan dominan pecahan karang, di pantai-pantai yang berdekatan dengan terumbu karang.
Terpaan ombak
Bagian luar atau bagian depan hutan bakau yang berhadapan dengan laut terbuka sering harus mengalami terpaan ombak yang keras dan aliran air yang kuat. Tidak seperti bagian dalamnya yang lebih tenang.
Yang agak serupa adalah bagian-bagian hutan yang berhadapan langsung dengan aliran air sungai, yakni yang terletak di tepi sungai. Perbedaannya, salinitas di bagian ini tidak begitu tinggi, terutama di bagian-bagian yang agak jauh dari muara. Hutan bakau juga merupakan salah satu perisai alam yang menahan laju ombak besar.
Penggenangan oleh air pasang
Bagian luar juga mengalami genangan air pasang yang paling lama dibandingkan bagian yang lainnya; bahkan kadang-kadang terus menerus terendam. Pada pihak lain, bagian-bagian di pedalaman hutan mungkin hanya terendam air laut manakala terjadi pasang tertinggi sekali dua kali dalam sebulan.
Menghadapi variasi-variasi kondisi lingkungan seperti ini, secara alami terbentuk zonasi vegetasi mangrove; yang biasanya berlapis-lapis mulai dari bagian terluar yang terpapar gelombang laut, hingga ke pedalaman yang relatif kering.
Jenis-jenis bakau (Rhizophora spp.) biasanya tumbuh di bagian terluar yang kerap digempur ombak. Bakau Rhizophora apiculata dan R. mucronata tumbuh di atas tanah lumpur. Sedangkan bakau R. stylosa dan perepat (Sonneratia alba) tumbuh di atas pasir berlumpur. Pada bagian laut yang lebih tenang hidup api-api hitam (Avicennia alba) di zona terluar atau zona pionir ini.
Di bagian lebih ke dalam, yang masih tergenang pasang tinggi, biasa ditemui campuran bakau R. mucronata dengan jenis-jenis kendeka (Bruguiera spp.), kaboa (Aegiceras corniculata) dan lain-lain. Sedangkan di dekat tepi sungai, yang lebih tawar airnya, biasa ditemui nipah (Nypa fruticans), pidada (Sonneratia caseolaris) dan bintaro (Cerbera spp.).
Pada bagian yang lebih kering di pedalaman hutan didapatkan nirih (Xylocarpus spp.), teruntum (Lumnitzera racemosa), dungun (Heritiera littoralis) dan kayu buta-buta (Excoecaria agallocha).

Bentuk-Bentuk Adaptasi
Menghadapi lingkungan yang ekstrim di hutan mangrove, tumbuhan beradaptasi dengan berbagai cara. Secara fisik, kebanyakan vegetasi mangrove menumbuhkan organ khas untuk bertahan hidup. Seperti aneka bentuk akar dan kelenjar garam di daun. Namun ada pula bentuk-bentuk adaptasi fisiologis.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/b/ba/Muthupet.jpg/280px-Muthupet.jpg
Pohon-pohon bakau (Rhizophora spp.), yang biasanya tumbuh di zona terluar, mengembangkan akar tunjang (stilt root) untuk bertahan dari ganasnya gelombang. Jenis-jenis api-api (Avicennia spp.) dan pidada (Sonneratia spp.) menumbuhkan akar napas (pneumatophore) yang muncul dari pekatnya lumpur untuk mengambil oksigen dari udara. Pohon kendeka (Bruguiera spp.) mempunyai akar lutut (knee root), sementara pohon-pohon nirih (Xylocarpus spp.) berakar papan yang memanjang berkelok-kelok; keduanya untuk menunjang tegaknya pohon di atas lumpur, sambil pula mendapatkan udara bagi pernapasannya. Ditambah pula kebanyakan jenis-jenis vegetasi mangrove memiliki lentisel, lubang pori pada pepagan untuk bernapas.
Untuk mengatasi salinitas yang tinggi, api-api mengeluarkan kelebihan garam melalui kelenjar di bawah daunnya. Sementara jenis yang lain, seperti Rhizophora mangle, mengembangkan sistem perakaran yang hampir tak tertembus air garam. Air yang terserap telah hampir-hampir tawar, sekitar 90-97% dari kandungan garam di air laut tak mampu melewati saringan akar ini. Garam yang sempat terkandung di tubuh tumbuhan, diakumulasikan di daun tua dan akan terbuang bersama gugurnya daun.
Pada pihak yang lain, mengingat sukarnya memperoleh air tawar, vegetasi mangrove harus berupaya mempertahankan kandungan air di dalam tubuhnya. Padahal lingkungan lautan tropika yang panas mendorong tingginya penguapan. Beberapa jenis tumbuhan hutan bakau mampu mengatur bukaan mulut daun (stomata) dan arah hadap permukaan daun di siang hari terik, sehingga mengurangi evaporasi dari daun.

Perkembangbiakan
Adaptasi lain yang penting diperlihatkan dalam hal perkembang biakan jenis. Lingkungan yang keras di hutan mangrove hampir tidak memungkinkan jenis biji-bijian berkecambah dengan normal di atas lumpurnya. Selain kondisi kimiawinya yang ekstrem, kondisi fisik berupa lumpur dan pasang-surut air laut membuat biji sukar mempertahankan daya hidupnya.
Hampir semua jenis flora hutan bakau memiliki biji atau buah yang dapat mengapung, sehingga dapat tersebar dengan mengikuti arus air. Selain itu, banyak dari jenis-jenis mangrove yang bersifat vivipar: yakni biji atau benihnya telah berkecambah sebelum buahnya gugur dari pohon.
Contoh yang paling dikenal barangkali adalah perkecambahan buah-buah bakau (Rhizophora), tengar (Ceriops) atau kendeka (Bruguiera). Buah pohon-pohon ini telah berkecambah dan mengeluarkan akar panjang serupa tombak manakala masih bergantung pada tangkainya. Ketika rontok dan jatuh, buah-buah ini dapat langsung menancap di lumpur di tempat jatuhnya, atau terbawa air pasang, tersangkut dan tumbuh pada bagian lain dari hutan. Kemungkinan lain, terbawa arus laut dan melancong ke tempat-tempat jauh.
Buah nipah (Nypa fruticans) telah muncul pucuknya sementara masih melekat di tandannya. Sementara buah api-api, kaboa (Aegiceras), jeruju (Acanthus) dan beberapa lainnya telah pula berkecambah di pohon, meski tak nampak dari sebelah luarnya. Keistimewaan-keistimewaan ini tak pelak lagi meningkatkan keberhasilan hidup dari anak-anak semai pohon-pohon itu. Anak semai semacam ini disebut dengan istilah propagul.
Propagul-propagul seperti ini dapat terbawa oleh arus dan ombak laut hingga berkilometer-kilometer jauhnya, bahkan mungkin menyeberangi laut atau selat bersama kumpulan sampah-sampah laut lainnya. Propagul dapat ‘tidur’ (dormant) berhari-hari bahkan berbulan, selama perjalanan sampai tiba di lokasi yang cocok. Jika akan tumbuh menetap, beberapa jenis propagul dapat mengubah perbandingan bobot bagian-bagian tubuhnya, sehingga bagian akar mulai tenggelam dan propagul mengambang vertikal di air. Ini memudahkannya untuk tersangkut dan menancap di dasar air dangkal yang berlumpur.

Suksesi Hutan Mangrove
Tumbuh dan berkembangnya suatu hutan dikenal dengan istilah suksesi hutan (forest succession atau sere). Hutan bakau merupakan suatu contoh suksesi hutan di lahan basah (disebut hydrosere). Dengan adanya proses suksesi ini, perlu diketahui bahwa zonasi hutan bakau pada uraian di atas tidaklah kekal, melainkan secara perlahan-lahan bergeser.
Suksesi dimulai dengan terbentuknya suatu paparan lumpur (mudflat) yang dapat berfungsi sebagai substrat hutan bakau. Hingga pada suatu saat substrat baru ini diinvasi oleh propagul-propagul vegetasi mangrove, dan mulailah terbentuk vegetasi pionir hutan bakau.
Tumbuhnya hutan bakau di suatu tempat bersifat menangkap lumpur. Tanah halus yang dihanyutkan aliran sungai, pasir yang terbawa arus laut, segala macam sampah dan hancuran vegetasi, akan diendapkan di antara perakaran vegetasi mangrove. Dengan demikian lumpur lambat laun akan terakumulasi semakin banyak dan semakin cepat. Hutan bakau pun semakin meluas.
Pada saatnya bagian dalam hutan mangrove akan mulai mengering dan menjadi tidak cocok lagi bagi pertumbuhan jenis-jenis pionir seperti Avicennia alba dan Rhizophora mucronata. Ke bagian ini masuk jenis-jenis baru seperti Bruguiera spp. Maka terbentuklah zona yang baru di bagian belakang.
Demikian perubahan terus terjadi, yang memakan waktu berpuluh hingga beratus tahun. Sementara zona pionir terus maju dan meluaskan hutan bakau, zona-zona berikutnya pun bermunculan di bagian pedalaman yang mengering.
Uraian di atas adalah penyederhanaan, dari keadaan alam yang sesungguhnya jauh lebih rumit. Karena tidak selalu hutan bakau terus bertambah luas, bahkan mungkin dapat habis karena faktor-faktor alam seperti abrasi. Demikian pula munculnya zona-zona tak selalu dapat diperkirakan.
Di wilayah-wilayah yang sesuai, hutan mangrove ini dapat tumbuh meluas mencapai ketebalan 4 km atau lebih; meskipun pada umumnya kurang dari itu.

Flower 61